Langsung ke konten utama

Public Relation : Langkah - Langkah Penanganan Krisis Internal dan Eksternal

 Hallo Blogger,

Kembali lagi bersama saya, kali ini kita akan membahas Public Relation : Penanganan Krisis Internal dan Eksternal. Mari kita bahas bersama-sama ya,selamat membaca.                                                

                                                DEFINISI KRISIS DAN JENISNYA

Krisis adalah sebuah kondisi atau situasi yang ditandai oleh perubahan tiba-tiba dan serius dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, atau lingkungan yang dapat mengancam stabilitas, kesejahteraan, atau kelangsungan hidup individu, kelompok, atau bahkan masyarakat secara keseluruhan. Krisis sering kali dianggap sebagai suatu periode yang penuh ketidakpastian, ketegangan, dan potensi kerusakan yang besar. Sementara berikut beberapa definisi krisis menurut beberapa tokoh terkenal :

 

Menurut Ian Mitroff seorang pakar manajemen dan teoritisi krisis dalam Bukunya “Crisis Management:A Diagnotic Guide for Improving Your Organization’s Crisis-Preparedness”, menggambarkan krisis organisasi sebagai “situasi yang memuncak dan berpotensi mengancam keberlangsungan organisasi.” Menurutnya, krisis organisasi dapat muncul dari berbagai sumber, termasuk masalah manajemen, perubahan lingkungan, atau konflik internal

 

Menurut W. Timothy Coombs seorang ahli komunikasi yang mengembangkan Teori Komunikasi Krisis dalam bukunya “Ongoing Crisis Communication:Planning, Managing, and Responding”. Menurut Coombs, krisis organisasi adalah “situasi yang memerlukan manajemen khusus dan segera karena dapat mengancam keberlangsungan organisasi dan menimbulkan dampak negatif pada berbagai pemangku kepentingan

 

JENIS - JENIS KRISIS

 

1.     Krisis Komunikasi

Krisis Komunikasi terjadi ketika organisasi mengalami masalah dalam mengelola informasi dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan mereka selama situasi krisis. Krisis ini dapat merusak reputasi organisasi

2.     Krisis Manajemen Sumber Daya Manusia

Krisis dalam manajemen sumber daya manusia dapat muncul sebagai akibat dari konflik karyawan, tindakan diskriminatif, pemogokan, atau masalah lain yang berkaitan dengan aspek SDM

3.     Krisis Keuangan

Krisis keuangan organisasi dapat melibatkan masalah seperti kebangkrutan, penggelapan dana, atau penipuan keuangan yang mengancam finansial perusahaan

4.     Krisis Lingkungan

Krisis lingkungan melibatkan situasi yang dapat merusak lingungan alam atau melanggar regulasi lingkungan. Ini dapat terjadi jika organisasi tidak mematuhi standart lingkungan yang ditetapkan

5.     Krisis Reputasi

Krisis reputasi terjadi ketika citra dan reputasi organisasi mengalami penurunan drastis akibat tindakan atau insiden negatif. Hal ini dapat mengancam hubungan dengan pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya

 

LANGKAH PENANGANAN KRISIS

 

TRANSPARANSI DAN KETERBUKAAN

Menurut Bovaird, T., & Löffler, E. (2019), transparansi adalah sebuah hal yang merujuk pada tingkat keterbukaan dan kejelasan dalam tindakan, kebijakan, proses, atau informasi suatu entitas atau organisasi. Ini berarti bahwa organisasi atau individu bersedia untuk membagikan informasi dengan jelas dan tanpa ada upaya untuk menyembunyikan sesuatu. Transparansi berkontribusi pada pemahaman dan kepercayaan pemangku kepentingan, seperti pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat umum. Adapun keterbukaan lebih menekankan pada sikap dan perilaku yang jujur, terbuka, dan adil. Keterbukaan mencakup kemauan untuk berkomunikasi secara jujur, mengakui kesalahan, dan menerima umpan balik atau kritik dengan baik. Ini mencerminkan integritas dan komitmen untuk bertindak dengan jujur dan mendukung keadilan.

Transparansi dan keterbukaan adalah dua prinsip yang erat terkait dalam konteks manajemen komunikasi, terutama dalam manajemen krisis. Transparansi melibatkan penyediaan informasi yang jelas dan lengkap kepada pemangku kepentingan, sementara keterbukaan mencakup sikap dan perilaku yang jujur dan responsif terhadap kritik atau umpan balik. Kedua prinsip ini saling mendukung, di mana transparansi menciptakan dasar untuk keterbukaan yang efektif, dan keterbukaan memastikan bahwa organisasi menjalankan komunikasi dengan integritas. Bersama-sama, mereka membentuk landasan yang kuat untuk  menjaga reputasi organisasi, membangun kepercayaan, dan merespons krisis dengan efektif, menghadapi tantangan yang muncul dengan integritas dan kemampuan untuk mempertahankan dukungan pemangku kepentingan.

Dalam konteks Manajemen Krisis Komunikasi, transparansi dan keterbukaan adalah prinsip kunci yang memiliki peran penting. Berikut adalah penjelasan menurut Coombs, W. T. (2015). tentang kedua prinsip tersebut dalam konteks manajemen krisis komunikasi:

1.     Transparansi dalam Manajemen Krisis Komunikasi: Transparansi mencakup memberikan informasi yang akurat, lengkap, dan jujur kepada pemangku kepentingan selama situasi krisis. Organisasi yang transparan tidak hanya memberikan informasi positif, tetapi juga mengakui masalah dan kesalahan yang mungkin terjadi. Mereka tidak berusaha menyembunyikan informasi atau mengendalikan narasi. Transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan selama krisis, karena pemangku kepentingan cenderung lebih mendukung organisasi yang bersikap terbuka.

2.     Keterbukaan dalam Manajemen Krisis Komunikasi: Keterbukaan berfokus pada sikap dan perilaku organisasi dalam merespons kritik, umpan balik, atau pertanyaan selama krisis. Organisasi yang bersikap terbuka menerima kritik dengan baik, berkomunikasi secara jujur, dan mengakui kesalahan jika ada. Mereka juga terbuka terhadap masukan dan umpan balik dari pemangku kepentingan. Keterbukaan membantu menghindari persepsi bahwa organisasi hanya mencoba melindungi diri mereka sendiri, dan ini dapat meningkatkan legitimasi dan dukungan organisasi selama krisis.

Menurut Coombs, W. T. (2007). Transparansi dan keterbukaan sangat penting dalam manajemen krisis komunikasi karena berbagai alasan:

1.     Membangun Kepercayaan: Transparansi dan keterbukaan membantu membangun dan memelihara kepercayaan pemangku kepentingan. Saat organisasi menyediakan informasi yang jelas dan jujur selama krisis, pemangku kepentingan merasa bahwa mereka dapat mengandalkan organisasi untuk memberikan informasi yang akurat.

2.     Mengurangi Ketidakpastian: Selama situasi krisis, ketidakpastian dapat menciptakan kepanikan dan spekulasi. Transparansi membantu mengurangi ketidakpastian dengan memberikan informasi yang tepat waktu dan relevan kepada pemangku kepentingan. Ini membantu mereka memahami situasi dengan lebih baik.

3.     Pemulihan Reputasi: Dalam situasi krisis, reputasi organisasi dapat terancam. Transparansi dan keterbukaan dapat membantu memulihkan reputasi dengan memberikan respons yang efektif, mengakui kesalahan jika ada, dan mengambil tindakan yang sesuai.

4.     Legitimitas dan Dukungan: Organisasi yang bersikap transparan dan terbuka lebih mungkin mendapatkan legitimasi dan dukungan dari pemangku kepentingan mereka. Ini penting untuk menjaga dukungan publik dan menjaga hubungan yang positif dengan karyawan, pelanggan, dan mitra bisnis.

 

KECEPATAN DAN RESPONSIVITAS

Kecepatan dan responsivitas adalah faktor kunci dalam manajemen krisis komunikasi yang menggambarkan kemampuan organisasi untuk merespons situasi krisis dengan cepat dan efektif. Kecepatan mencakup respons yang cepat terhadap perkembangan situasi, termasuk pengambilan tindakan mendesak dan komunikasi yang cepat. Responsivitas, sementara itu, menekankan kesiapan organisasi untuk merespons perubahan dalam situasi krisis dan memberikan informasi yang relevan serta menjawab pertanyaan pemangku kepentingan. Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, kecepatan dan responsivitas adalah kunci untuk menjaga reputasi organisasi dan memastikan bahwa informasi penting tersampaikan dengan tepat    waktu.

Menurut Coombs, W. T. (2007). Kecepatan dan responsivitas sangat penting dalam manajemen komunikasi krisis karena situasi krisis seringkali berkembang dengan cepat dan dapat mempengaruhi reputasi, keamanan, dan hubungan dengan  pemangku kepentingan. Respons yang lambat atau tidak responsif dapat memperburuk dampak krisis dan merusak reputasi organisasi. Kecepatan dalam merespons krisis membantu mengurangi ketidakpastian dan memberikan kepercayaan kepada pemangku kepentingan bahwa organisasi mengatasi situasi dengan serius. Dengan merespons krisis secara cepat dan responsif, organisasi dapat meminimalkan kerugian dan memulihkan reputasi lebih efektif.

Untuk menjaga kecepatan dan responsivitas dalam manajemen komunikasi krisis,

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: (Fearn-Banks, 2011)

1.       Tim Krisis yang Siap: Pastikan bahwa organisasi memiliki tim krisis yang terlatih dan siap bertindak segera setelah krisis terjadi. Tim ini harus memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas dan harus berkomunikasi dengan cepat dan tepat waktu.

2.       Rencana Krisis yang Terperinci: Organisasi harus memiliki rencana krisis yang terperinci yang mencakup panduan langkah-langkah untuk respons cepat. Rencana ini harus mencakup daftar kontak yang up-to-date, peran masing- masing anggota tim krisis, serta pesan kunci yang telah disiapkan sebelumnya.

3.       Monitoring dan Pemantauan: Gunakan alat pemantauan media sosial dan alat pemantauan berita untuk memantau perkembangan situasi krisis. Ini memungkinkan organisasi untuk merespons dengan cepat terhadap informasi yang sedang beredar.

4.       Komunikasi Internal yang Efisien: Pastikan komunikasi internal yang efisien sehingga semua anggota organisasi memiliki pemahaman yang seragam tentang situasi krisis dan peran mereka dalam respons.

5.      Pelatihan dan Simulasi: Pelatihan dan simulasi krisis berkala membantu tim krisis untuk menjaga kecepatan dan responsivitas mereka. Ini memungkinkan mereka untuk berlatih merespons situasi krisis dengan efisien.

6.      Fleksibilitas: Manajemen krisis seringkali melibatkan situasi yang tidak terduga. Organisasi harus fleksibel dan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam situasi krisis.


KONSISTENSI DAN KORDINASI

Menurut (2017) Robbins Konsistensi dan koordinasi merujuk pada kemampuan suatu sistem, organisasi, atau individu untuk menjaga keselarasan dan kerja sama antara berbagai elemen atau komponen dalam mencapai tujuan tertentu. Konsistensi melibatkan keseragaman dalam tindakan, keputusan, dan nilai- nilai yang diterapkan, sementara koordinasi melibatkan upaya  untuk mengintegrasikan berbagai aspek atau departemen agar beroperasi secara efisien dan efektif. Dalam konteks bisnis atau manajemen, konsistensi dan koordinasi sangat penting untuk memastikan kesuksesan jangka panjang dan meminimalkan konflik internal.

Konsistensi dan koordinasi dalam konteks manajemen krisis komunikasi sangat penting. Konsistensi memastikan bahwa pesan yang disampaikan selama krisis tetap seragam, sehingga tidak ada kebingungan atau kontradiksi dalam informasi yang diberikan kepada berbagai pihak terkait. Sementara itu, koordinasi diperlukan untuk mengintegrasikan berbagai aspek komunikasi, seperti pesan kepada publik, media, dan pihak terkait lainnya, sehingga respons terhadap krisis dapat berjalan efisien dan efektif. Dalam manajemen krisis komunikasi, terjalinnya konsistensi dan koordinasi membantu organisasi mengatasi situasi krisis dengan lebih baik dan meminimalkan dampak negatif pada reputasi dan operasionalnya.

Konsistensi dalam pesan yang disampaikan selama krisis membantu membangun kepercayaan dan meminimalkan kebingungan di antara pemangku kepentingan. Koordinasi memastikan bahwa semua elemen komunikasi, termasuk pernyataan resmi, rilis pers, komunikasi internal, dan interaksi dengan media, terintegrasi dengan baik untuk memberikan respons yang efektif dan terarah. Manajemen krisis komunikasi yang baik harus menerapkan prinsip konsistensi dan koordinasi sebagai bagian integral dari upaya untuk mengatasi krisis dan mempertahankan reputasi organisasi.

Menurut Fearn-Banks, K. (2011). Agar manajemen krisis  komunikasi dapat berjalan konsisten dan terkoordinasi, beberapa syarat penting yang harus dipenuhi meliputi:

1.     Rencana Krisis yang Terperinci: Organisasi perlu memiliki rencana krisis komunikasi yang komprehensif yang mencakup langkah-langkah yang harus diambil selama krisis, peran dan tanggung jawab tim komunikasi, serta panduan untuk penyusunan pesan krisis. Rencana ini harus diperbarui secara berkala untuk memastikan relevansi dan kesesuaian dengan perubahan lingkungan.

2.     Tim Komunikasi yang Terlatih: Organisasi harus memiliki tim komunikasi yang terlatih dan siap bertindak selama krisis. Mereka harus memahami peran mereka dalam manajemen krisis, memiliki kemampuan komunikasi yang kuat, dan dapat berkoordinasi dengan baik di bawah tekanan.

3.     Koordinasi Internal yang Efektif: Koordinasi antara departemen dan pihak terkait internal sangat penting. Semua pemangku kepentingan harus memiliki pemahaman yang seragam tentang situasi krisis dan pesan yang akan disampaikan.

4.     Pesan Kunci yang Jelas: Pesan kunci atau core message yang akan disampaikan selama krisis harus ditentukan dengan jelas dan dikoordinasikan. Pesan ini harus memandu semua komunikasi yang keluar selama krisis.

5.     Pengelolaan Media yang Terkoordinasi: Hubungan yang baik dengan media dan pendekatan yang terkoordinasi dalam berinteraksi dengan mereka sangat penting untuk menghindari kontradiksi atau informasi yang bocor.

6.     Pelatihan dan Simulasi: Latihan dan simulasi krisis secara berkala membantu tim komunikasi dan manajemen organisasi untuk memahami proses manajemen krisis dan memastikan konsistensi dan koordinasi dalam tindakan dan komunikasi mereka.

 PENGELOLAAN ISU - ISU SENSITIF

Pengelolaan isu-isu sensitif dalam manajemen krisis komunikasi adalah suatu aspek penting yang memerlukan perhatian khusus. Isu-isu sensitif seringkali dapat memperburuk dampak krisis jika tidak dikelola dengan bijak. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan isu-isu sensitif meliputi :

1.     Evaluasi Risiko: Identifikasi isu-isu yang memiliki potensi untuk menjadi sensitif atau kontroversial dalam konteks krisis. Evaluasi dampak potensialnya terhadap reputasi organisasi

2.     Penyusunan Pesan yang Bijak: Siapkan pesan yang bijak dan berempati yang memperhitungkan sensitivitas isu-isu tersebut. Pesan harus mencerminkan nilai dan komitmen organisasi.

3.     Kepatuhan terhadap Hukum dan Etika: Pastikan bahwa respons organisasi tetap mematuhi hukum dan prinsip-prinsip etika yang berlaku. Hindari pelanggaran yang dapat merugikan reputasi lebih lanjut.

4.     Keterbukaan dan Transparansi: Jika memungkinkan, berikan informasi sebanyak mungkin dan bersikap terbuka terhadap isu-isu sensitif. Hal ini dapat membantu membangun kepercayaan pemangku kepentingan.

5.     Konsultasi dengan Para Ahli: Konsultasikan dengan ahli atau pemangku kepentingan yang berhubungan dengan isu-isu sensitif untuk memahami perspektif mereka dan membangun strategi komunikasi yang tepat.

6.     Respons Cepat: Penting untuk merespons isu-isu sensitif secara cepat dan responsif untuk menghindari perburukan situasi.

Menurut Coombs, W. T. (2019) Tanggung jawab pengelolaan isu-isu sensitif dalam manajemen krisis komunikasi biasanya terletak pada tim manajemen krisis atau departemen komunikasi krisis yang dibentuk oleh organisasi. Tim ini biasanya melibatkan beberapa peran utama, termasuk:

1.     Kepala Krisis atau Manajer Krisis: Orang yang bertanggung jawab atas koordinasi dan pelaksanaan respons krisis, termasuk pengelolaan isu-isu sensitif.

2.     Komunikasi Krisis: Spesialis komunikasi krisis yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam merancang pesan dan strategi komunikasi yang sensitif.

3.     Ahli Hukum: Ahli hukum dalam tim krisis berperan dalam memastikan bahwa respons organisasi tetap sesuai dengan hukum yang berlaku.

4.     Pimpinan Organisasi: Pimpinan organisasi (CEO atau direktur utama) seringkali memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan strategis dalam manajemen krisis.

5.     Ahli Teknis atau Industri: Dalam beberapa kasus, terutama dalam krisis yang berkaitan dengan isu-isu teknis atau industri, keterlibatan ahli teknis atau industri dapat menjadi penting dalam menjelaskan isu-isu sensitif.

 

Kriteria untuk menentukan apakah suatu isu merupakan isu sensitif dalam organisasi atau perusahaan dapat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, namun ada beberapa kriteria umum yang dapat digunakan untuk mengidentifikasinya. Isu-isu sensitif cenderung memenuhi beberapa atau lebih dari kriteria berikut:

1.     Potensi Dampak Tinggi: Isu tersebut memiliki potensi untuk memiliki dampak serius terhadap organisasi, termasuk dampak terhadap reputasi, operasional, atau keuangan.

2.     Kontroversialitas: Isu tersebut kontroversial atau dapat memicu perbedaan pendapat di antara pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal.

3.     Sensitivitas Publik: Isu tersebut sangat sensitif secara publik atau dapat memancing perhatian media atau masyarakat yang dapat berdampak pada persepsi publik terhadap organisasi.

4.     Legalitas dan Etika: Isu tersebut melibatkan masalah hukum atau etika yang berpotensi memicu tindakan hukum atau pelanggaran etika.

5.     Keamanan: Isu tersebut terkait dengan keamanan fisik atau siber organisasi, atau bahkan keamanan masyarakat umum.

6.     Implikasi Regulasi: Isu tersebut terkait dengan peraturan atau regulasi pemerintah yang mengharuskan tindakan khusus atau pelaporan.

7.     Keterlibatan Pemangku Kepentingan Utama: Isu tersebut berdampak pada pemangku kepentingan utama organisasi, termasuk karyawan, pelanggan, mitra bisnis, atau investor.

8.     Potensi Munculnya Opini Publik yang Negatif: Isu tersebut memiliki potensi untuk memicu opini publik yang negatif atau reaksi negatif dari kelompok pemangku kepentingan.

 

Penting untuk mencermati isu-isu yang memenuhi sebagian besar kriteria ini karena isu-isu tersebut cenderung memerlukan perhatian khusus dan pengelolaan yang hati-hati dalam manajemen krisis komunikasi. Selain itu, evaluasi risiko secara berkala juga dapat membantu organisasi mengidentifikasi isu-isu sensitif yang mungkin muncul atau berkembang seiring berjalannya waktu.

Jadi bisa disimpulkan, isu yang berkembang jika tidak dikelola dengan baik akan memicu terjadinya krisis atau dampak yang lebih besar. Maka dari itu setiap organisasi perlu mempelajari manajemen isu dan krisis.

Kecepatan dan responsivitas adalah faktor kunci dalam  manajemen Isu dan Krisis komunikasi yang menggambarkan kemampuan      organisasi untuk merespons situasi krisis dengan cepat dan efektif. Kecepatan mencakup respons yang cepat terhadap perkembangan situasi, termasuk pengambilan tindakan mendesak dan komunikasi yang cepat. Responsivitas, sementara itu, menekankan kesiapan organisasi untuk merespons perubahan dalam situasi krisis dan memberikan informasi yang relevan serta menjawab pertanyaan pemangku kepentingan. Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, kecepatan dan responsivitas adalah kunci untuk menjaga reputasi organisasi dan memastikan bahwa informasi penting tersampaikan dengan tepat  waktu.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Bovaird, T., & Löffler, E. (2019). Conceptualizing and researching transparency. Public Administration Review, 79(6), 727-734.

Coombs, W. T. (2019). Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding (5th ed.). SAGE Publications

Irwanti, M. 2023. Manajemen Krisis Komunikasi. Mitroff, I. Crisis Management:

A Diagnostic Guide for Improving Your Organization's Crisis-Preparedness. (Edisi ke- 1). Amacom.

Irwanti, M. 2023. Coombs, W. T. (2015). Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding. (Edisi ke-4). Sage Publications.

Irwanti, M. 2023. Coombs, W. T. (2007). Protecting Organization Reputations During a Crisis: The Development and Application of Situational Crisis Communication Theory. Corporate Reputation Review, 10(3), 163-176.

Irwanti, M. 2023. Fearn-Banks, K. (2011). Crisis communications: A casebook approach. Routledge.

Robbins, S. P., Coulter, M., & DeCenzo, D. A. (2017). Fundamentals of management. Pearson

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Public Speaking dalam Bisnis : Mapping, Speaking, dan Clossing.

Hallo Blogger,  Teknik Public Speaking merupakan hal yang sangat penting untuk kita miliki, baik dalam bermasyarakat maupun dalam berorganisasi. berbicara didepan audience lebih dari satu orang memiliki teknik dan trik yang harus kita pelajari. terutama apabila tujuan public speaking kita untuk mengajak atau menawarkan suatu produk ke calon konsumen. ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, di antaranya : 1. Observasi Audience Audience bersifat heterogen, maka dari itu kita perlu mengenali karakteristik audience atau calon konsumen kita satu persatu  2. Grouping Audience Seteleh kita mengenali karakteristik audience satu persatu, langkah selanjutnya yang kita lakukan adalah melakukan grouping audience berdasarkan beberapa indikator yang kita tentukan. sebagai contoh : Pendidikan Usia Hobby Tempat tinggal (lingkungan) Dan seterusnya 3. Mapping Strategi Setelah kita melakukan Observasi dan grouping audience, barulah kita lanjut ke step berikutnya yaitu mapping strategi. deng...

Public Speaking : Simulasi Opening Acara

Hallo Blogger, Kembali lagi bersama saya, kali ini saya akan menyampaikan kesan - kesan dalam proses pembelajaran simulasi public speaking bersama  Dosen Pengampu :  Serepina Tiur Maida, S.So s., M.Pd., M.I.Kom., C.AC., C.PS., C.STMI Diantara materi simulasi public speaking Opening, Materi dan Closing. saya memilih untuk mensimulasikan opening MC suatu acara. saya menyadari banyak yang harus saya pelajari dan perbaiki kembali dalam skill public speaking. terutama untuk mengatasi atau mengurangi grogi saat tampil. dan berikut beberapa tips dan trick untuk mengatasi grogi saat public speaking : Persiapkan Diri Pastikan kita sudah memahami materi yang akan disampaikan, dan berlatihlah terus menerus. kita bisa berlatih di depan cermin atau keluarga terdekat. Pahami Audiens Kenali target audiens anda, termasuk bahasa yang mereka biasa gunakan sehari-hari. jangan sampai bahasa yang anda gunakan dalam menyampaikan materi tidak dipahami oleh audiens. sehingga pesan yang ingin anda sam...